Minggu, 17 Juni 2012

Fungsi Atenuasi


Prediksi hubungan empiris untuk parameter gempa yang melemah sejalan dengan bertambahnya jarak, seperti percepatan puncak dan kecepatan puncak, dikenal sebagai fungsi atenuasi (attenuation relationship atau attenuation function). Analisis resiko gempa dengan menggunakan model USGS memerlukan nilai percepatan tanah akibat gempa.

Pada analisis resiko gempa apabila lokasi yang ditinjau (site interest) tidak mempunyai data rekaman gempa, maka untuk memperkirakan besarnya percepatan maksimum tanah digunakan fungsi atenuasi. Yang dimaksud dengan fungsi atenuasi adalah suatu fungsi yang menggambarkan korelasi antara intensitas (i) gerakan tanah setempat, magnitude (M) dan jarak (R) dari sumber titik dalam daerah sumber gempa. Memperkirakan fungsi atenuasi untuk gerakan tanah akibat gempa telah menjadi subjek yang menarik dalam penelitian bidang kegempaan. Fungsi atenuasi merupakan alat yang penting dalam mengaplikasikan resiko kegempaan dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi atenuasi adalah :

1. Mekanisme gempa
Gempa-gempa besar biasanya terjadi karena pergeseran tiba-tiba lempeng tektonik yang mengakibatkan terlepasnya energi yang sangat besar. Pergeseran lempeng tektonik ini bisa terjadi pada daerah subduction, ataupun pada patahan yang tampak di permukaan bumi, seperti patahan semangko di sumatera. Gempa yang terjadi pada daerah subduction biasanya merupakan gempa dalam yang mempunyai kandungan frekuensi yang berbeda dengan gempa dangkal. Gempa dalam biasanya mempunyai gelombang permukaan yang lebih sedikit, sehingga memberikan spectrum respon yang lebih rendah pada periode tinggi. Oleh karena itu rumusrumus atenuasi untuk gempa subduction harus dipisahkan dari gempa strike slip.

2. Jarak episenter
Respon spectrum dari gempa yang tercatat pada batuan mempunyai bentuk yang berbeda tergantung jarak episenternya (near field, mid field, dan far field). Gempa near field memberikan respon yang tinggi pada perioda yang rendah tapi mengecil secara drastic dengan bertambah perioda. Di lain pihak, gampa far field pada perioda rendah tetapi responnya terlihat konstan sampai perioda sekitar satu detik. Hal ini menunjukkan adanya perubahan kandungan frekuensi gempa dengan semakin jauhnya suatu daerah yang ditinjau ke episenter.

3. Kondisi tanah lokal
Kondisi tanah lokal mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan respon suatu daerah terhadap gelombang gempa. Respon gempa yang tiba dibatuan dasar bisa diperkuat, diperlemah atau berubah kandungan frekuensinya karena tersaringnya getaran berfrekuensi tinggi.

Sejak percepatan puncak secara umum digunakan untuk mendeskripsikan parameter gerakan tanah (ground motion), banyak persamaan atenuasi yang dikembangkan dan diusulkan oleh para peneliti, antara lain Donovan (1970), Fukushima dan Tanaka (1990), Crouse (1991), Joyner dan Boore (1981, 1988), Sadigh (1987), Youngs et al (1997) dan lainnya. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada fungsi atenuasi yang penelitiannya dikhususkan pada kondisi geologi dan seismotektonik untuk wilayah Indonesia sehingga dalam analisis resiko gempa yang dilakukan digunakan fungsi atenuasi yang diperoleh dari wilayah lain yang memiliki kemiripan tektonik dan geologi dengan wilayah Indonesia. 

a. Persamaan atenuasi Joyner & Boore (1997)
Persamaan atenuasi Joyner & Boore pada tahun 1997 diturunkan berdasarkan data gempa di Western North Amerika dan gempa-gempa di California seperti Loma Prieta, Petrolia, dan Landers. Percepatan tanah dasar menurut Joyner & Boore adalah sebagai berikut.


Model Persamaan Regresi Joyner & Boore
Sumber : Methods For Regression Analysis Of Strong Motion Data oleh William B. Joyner dan David M. Boore


Persamaan atenuasi Joyner & Boore diturunkan menggunakan berbagai pendekatan dan penyederhanaan. Oleh karena itu persamaan tersebut perlu dikoreksi menggunakan suatu faktor koreksi yang dihitung berdasarkan model persamaan regresinya.

b. Persamaan atenuasi Youngs (1997)
Pada tahun 1997, Youngs et al. mengusulkan suatu fungsi atenuasi yang dikembangkan berdasarkan data gempa dengan mekanisme subduksi. Sumber data berasal dari Alaska, Chile, Cascadia, Jepang, Mexico, Peru, dan Pulau Solomon. Bentuk dari fungsi atenuasi tersebut adalah sebagai berikut :

Model Persamaan Regresi Youngs
Sumber : Strong Ground Motion Attenuation Relationships for Subduction Zone Earthquakes oleh R.R. Youngs, S.J. Chiou, W.J Silva, dan J.R Humprey


Sama seperti persamaan atenuasi Joyner & Boore, persamaan atenuasi Youngs juga diturunkan menggunakan berbagai pendekatan dan penyederhanaan. Oleh karena itu persamaan tersebut perlu dikoreksi menggunakan suatu faktor koreksi yang dihitung berdasarkan model persamaan regresinya untuk kondisi deep soil.





1 komentar: