Selasa, 23 Oktober 2012

Kalo bisa milih, saya jatuh cinta ama Jason Statham deeeeeh.





Saya terlahir dari orangtua keturunan Cina. Orangtua ayah saya masih menggunakan bahasa Mandarin untuk percakapannya sehari-hari. Tradisi Tionghoa pun masih dilaksanakan dalam keluarga saya sampai saya duduk di sekolah dasar. Orangtua ibu saya awalnya memeluk agama Kong Hu Cu, walaupun di masa tua nya mereka memilih untuk memeluk agama Nasrani. 
Etnis bawaan lahir ini kadang-kadang membuat saya merasa dirugikan. Konsep yang tertanam dalam masyarakat lah yang membuat saya merasa dirugikan. Orang Cina itu pasti kaya, rambutnya pasti lurus, matanya pasti sipit, pasti bisa bahasa Mandarin atau Hokkian. Padahal semua hal itu tidak saya miliki. Kedua orangtua saya tidak lulus SMP, karena keterbatasan dana. Saat ini mereka berjualan sembako di pasar tradisional, bukan sebagai agen besar, hanya penjual yg memiliki kios 3 x 4 meter. Untuk biaya sekolah saya seringkali mendapatkan beasiswa, bahkan untuk biaya masuk SMA ayah saya harus menjual motornya. Rambut saya ikal bergelombang, mata saya tidak sipit, dan saya lebih fasih berbahasa Sunda daripada Mandarin. Kadang saya merasa tertekan dilahirkan dengan kondisi seperti ini. Bukannya saya tidak bersyukur, tapi kalau saya boleh memilih, saya memilih untuk dilahirkan sebagai orang asli Indonesia. 
Tekanan dari keluarga mengenai masalah etnis ini sering saya jumpai. Tante atau Om saya yang menikah dengan orang berbeda etnis otomatis dikucilkan dari keluarga. Sungguh hal itu membuat saya sangat bingung. 
Pihak keluarga seringkali menginginkan anggota keluarga barunya dari etnis yang sama. Sementara itu, dilihat dari kondisi fisik maupun perilaku, saya sangat tidak Cina, lebih ke Sunda-sundaan malah. Keluarga Cina pasti berpikir berkali-kali untuk menerima saya sebagai keluarga. Kan mata saya tidak sipit, rambut saya juga tidak lurus. Kasian sekali jadinya, saya seperti ditolak dari berbagai sisi.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah masalah hati. Kalo ada kebiasaan seperti itu, berarti saya hanya boleh jatuh cinta pada orang Cina. Emangnya orang jatuh cinta bisa milih ya?
Kalo bisa milih, saya jatuh cinta ama Jason Statham deeeeeh.

Minggu, 01 Juli 2012

Searching For Happiness

Minggu 1 Juli 2012 saya menonton film di RCTI berjudul "Surat Kecil Untuk Tuhan". Film ini mengisahkan perjuangan seorang remaja menghadapi penyakit kanker yang dideritanya. Bagi yang sudah pernah menonton film ini pasti setuju bahwa film ini dapat menggambarkan bagaimana sesungguhnya kondisi yang dialami para penderita kanker. Film ini berdasarkan kisah nyata perjalanan hidup (alm) Gita yang biasa dipanggil Keke. Orangtua Gita memiliki kondisi ekonomi yang cukup, bahkan dapat dikatakan mapan, sehingga dapat membiayai pengobatan Gita yang mahal harganya. Dapat dibayangkan bagaimana penderitaan saudara-saudara kita penderita kanker yang berasal dari keluarga kurang mampu. Selain ingin memberikan kesan baik saya mengenai film ini, saya juga ingin membagikan nilai-nilai yang saya dapat dari film ini.

Kejadian yang dialami Gita benar-benar terjadi. Dan setelah Gita meninggal pada tahun 2006, saya tahu di luar sana banyak Gita-Gita lainnya yang sedang berjuang melawan cobaan hidup yang diijinkan Tuhan untuk mereka alami. Entah itu penyakit, masalah keluarga, perekonomian, kehidupan sosial, dan masih banyak lagi. Namun satu nilai yang saya ambil dari film ini yaitu bahwa sosok Gita tidak pernah mengeluh atau menyalahkan siapa pun atas cobaan yang dialaminya. Justru dalam surat yang ditulisnya untuk Tuhan, Gita berterima kasih atas semua berkat yang Tuhan berikan dan ijinkan ia nikmati dalam hidupnya.

Saat adegan Gita membaca surat tersebut, saya merasa sangat malu. Mengapa? Karena seringkali saya mengeluhkan apa yang saya alami, saya "protes" kepada Tuhan mengapa harus begini mengapa harus begitu. Bahkan saya terkadang ada dalam kondisi tidak bersemangat menjalani hidup, yang dalam bahasa gaul saat ini disebut "galau". Saya merasa sayalah orang di bumi ini dengan masalah terberat. Dan saat saya mencoba lebih peka terhadap orang-orang sekeliling saya, barulah saya tersadar bahwa setiap manusia pasti mempunyai permasalahannya masing-masing. Dimulai dari orang yang saya temui setiap harinya yaitu rekan kerja. Saya tahu dibalik sikap yang mereka tunjukkan setiap hari, pasti ada masalah yang sedang mereka hadapi, besar maupun kecil. Yang membedakan kita adalah reaksi yang kita tunjukkan dalam menghadapi masalah tersebut. Ada yang memilih menjadi "galau", ada yang menyalahkan Tuhan bahkan menjauhi, ada yang tetap bersyukur, ada yang bersungut-sungut, namun ada juga yang bahkan masih dapat memotivasi orang lain dan menjadi berkat untuk orang-orang di sekitarnya. 

Saya tahu bicara mengenai reaksi yang ditunjukkan dalam menghadapi masalah memang mudah, tidak semudah melaksanakannya. Kadar permasalahan yang dihadapi setiap orang berbeda, relatif tergantung orang tersebut. Namun mengapa kita seringkali menunjukkan reaksi yang negatif dalam menghadapinya? Karena kita selalu melihat ke atas dan mengasumsikan kehidupan orang lain lebih baik dari kita. Kita selalu merasa enak ya jadi si A, dia tidak begini dan begitu seperti saya, Enak ya jadi si B, dia punya segala sesuatu lebih dari saya. Pernahkah kita berpikir mungkin saja orang lain juga mempunyai pemikiran yang sama, yaitu betapa beruntungnya kehidupan kita dengan apa yang kita miliki saat ini? Jika orang lain bisa berpikir begitu, mengapa kita menghabiskan waktu untuk memikirkan betapa beruntungnya orang lain?

Saat ini saya mulai membiasakan diri untuk tidak melihat "keberuntungan" orang lain itu, tapi fokus pada keberuntungan saya. Jika perlu saya buat daftar berkat apa saja yang saya miliki. Mungkin orang berpikir berkat adalah sesuatu yang besar, materi, kedudukan, harta benda, pujian. Banyak orang tidak menyadari, helaan napas kita saat ini adalah berkat, karena ada orang di luar sana yang napasnya bergantung pada peralatan. Sinar matahari yang kita lihat pagi ini adalah berkat, karena jika Tuhan mengambilnya, tamatlah riwayat kehidupan kita. Lihatlah seluruh tubuh kita, utuh,lengkap, berfungsi dengan normal. Banyak saudara-saudara kita yang mempunyai kekurangan,namun ironisnya mereka punya hati yang lebih penuh dengan ucapan syukur dibandingkan dengan kita. 

Saya pernah melihat sebuah tayangan video mengenai seorang pemuda yang dilahirkan tanpa tangan dan kaki. Namun dia bisa melakukan kegiatan sehari-harinya seperti sikat gigi, mandi, naik mobil, bahkan berenang tanpa bantuan orang lain ! Nama pemuda itu adalah Nick Vujicic. Saat ini Nick menjadi motivator dunia dan memberkati banyak orang melalui kekurangannya.



Apa yang kita cari dari kehidupan di dunia ini? Apa tujuan hidup kita? Kebahagiaan? Apa yang bisa membuat kita bahagia? Apakah saat kita memiliki segalanya?

Saya tidak pandai menulis, namun saya berharap melalui tulisan ini saya bisa menabur sedikit berkat bagi orang yang membacanya.



Happiness is not about having what you want. It is about wanting what you have.
Happiness is not a destination of life, it is a method of life.

Rabu, 20 Juni 2012

DEAR LORD,


LORD,
I pray for a man that will be a part
He must know for whom and for what he lives
So his life isn’t useless
Someone that have a wise heart
Not only a smart brain
A man that not only loves me but also respect me
A man that not only adores me
But can warn me when I’m wrong
A man that loves me not because of my beauty but my heart
A man that can be my best friend in every time and situation
A man that can make me feel like a woman when I beside him

I do not ask a perfect man
But I ask for an imperfect man
So I can make him perfect in Your eyes
A man that need my support for his strength
A man that need my prayer for his life
A man that need my smile to cover his sadness
A man that need my love so he feel being loved
A man that need me,
To make his life beautiful.

Minggu, 17 Juni 2012

Performance Function (1st Order 2nd Moment Method)


Performance Function (fungsi kinerja) adalah fungsi yang dapat mendeskripsikan perilaku struktur sehingga dapat dilakukan evaluasi mengenai tingkat resiko atau keandalan suatu struktur atau komponen struktur tertentu.. Fungsi kinerja umumnya dinotasikan dalam huruf z. Fungsi kinerja tersusun atas beberapa variabel acak yang independen terhadap x dengan bentuk umum sebagai berikut.
Y = z (x)

Beberapa contoh fungsi kinerja adalah sebagai berikut:

Momen eksak dari Y dapat diperoleh sebagai ekspektasi matematis dari z(x) sehingga momen pertama (nilai purata) dan momen kedua (varians) menjadi :
Untuk menyelesaikan kedua persamaan di atas perlu didapat informasi tentang fungsi kerapatan fX (x) yang biasanya tidak diketahui dan sulit untuk diintegrasikan. Informasi yang tersedia biasanya hanya berupa nilai purata dan varians. Namun permasalahan ini dapat diselesaikan menggunakan  teorema batas dalam (central limit theorem). Teori ini adalah teori probabilitas yang menyangkut distribusi terbatas dari sejumlah variabel acak. Prinsipnya adalah pertambahan sejumlah besar komponen acak individual yang tidak dominan dan cenderung berdistribusi normal yang mengikat tanpa batas (tanpa terpengaruh distribusi awal masing – masing komponen acak individualnya). Fungsi kinerja yang terdiri dari beberapa komponen individual acak juga cenderung berdistribusi normal.

Sebagai contoh, jika :

Meminimumkan nilai D dengan syarat g(x) = 0 dapat dilakukan menggunakan Lagrange multiplier.

Seandainya ditemukan titik the most probable failure point (titik yang memberikan jarak terdekat dengan origin), syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : G* (x1’*, x2’*, x3’*, … , xn’*) dimana * merupakan the most probable failure point.

Dengan penjabaran di atas maka fungsi Y didekati dengan ekspansi z(x) dalam deret Taylor terhadap nilai purata µx.


Cara advance tersebut dikenal dengan nama 1st Order 2nd Moment Method. Bila fungsi kinerja z(x) mampu mendeskripsikan x dengan baik, maka kedua persamaan tersebut akan menghasilkan pendekatan yang cukup baik walaupun fungsinya tidak linier. Hasil first order second moment method cukup akurat untuk tingkat risiko yang relatif besar (10-2).










Fungsi Atenuasi


Prediksi hubungan empiris untuk parameter gempa yang melemah sejalan dengan bertambahnya jarak, seperti percepatan puncak dan kecepatan puncak, dikenal sebagai fungsi atenuasi (attenuation relationship atau attenuation function). Analisis resiko gempa dengan menggunakan model USGS memerlukan nilai percepatan tanah akibat gempa.

Pada analisis resiko gempa apabila lokasi yang ditinjau (site interest) tidak mempunyai data rekaman gempa, maka untuk memperkirakan besarnya percepatan maksimum tanah digunakan fungsi atenuasi. Yang dimaksud dengan fungsi atenuasi adalah suatu fungsi yang menggambarkan korelasi antara intensitas (i) gerakan tanah setempat, magnitude (M) dan jarak (R) dari sumber titik dalam daerah sumber gempa. Memperkirakan fungsi atenuasi untuk gerakan tanah akibat gempa telah menjadi subjek yang menarik dalam penelitian bidang kegempaan. Fungsi atenuasi merupakan alat yang penting dalam mengaplikasikan resiko kegempaan dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi atenuasi adalah :

1. Mekanisme gempa
Gempa-gempa besar biasanya terjadi karena pergeseran tiba-tiba lempeng tektonik yang mengakibatkan terlepasnya energi yang sangat besar. Pergeseran lempeng tektonik ini bisa terjadi pada daerah subduction, ataupun pada patahan yang tampak di permukaan bumi, seperti patahan semangko di sumatera. Gempa yang terjadi pada daerah subduction biasanya merupakan gempa dalam yang mempunyai kandungan frekuensi yang berbeda dengan gempa dangkal. Gempa dalam biasanya mempunyai gelombang permukaan yang lebih sedikit, sehingga memberikan spectrum respon yang lebih rendah pada periode tinggi. Oleh karena itu rumusrumus atenuasi untuk gempa subduction harus dipisahkan dari gempa strike slip.

2. Jarak episenter
Respon spectrum dari gempa yang tercatat pada batuan mempunyai bentuk yang berbeda tergantung jarak episenternya (near field, mid field, dan far field). Gempa near field memberikan respon yang tinggi pada perioda yang rendah tapi mengecil secara drastic dengan bertambah perioda. Di lain pihak, gampa far field pada perioda rendah tetapi responnya terlihat konstan sampai perioda sekitar satu detik. Hal ini menunjukkan adanya perubahan kandungan frekuensi gempa dengan semakin jauhnya suatu daerah yang ditinjau ke episenter.

3. Kondisi tanah lokal
Kondisi tanah lokal mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan respon suatu daerah terhadap gelombang gempa. Respon gempa yang tiba dibatuan dasar bisa diperkuat, diperlemah atau berubah kandungan frekuensinya karena tersaringnya getaran berfrekuensi tinggi.

Sejak percepatan puncak secara umum digunakan untuk mendeskripsikan parameter gerakan tanah (ground motion), banyak persamaan atenuasi yang dikembangkan dan diusulkan oleh para peneliti, antara lain Donovan (1970), Fukushima dan Tanaka (1990), Crouse (1991), Joyner dan Boore (1981, 1988), Sadigh (1987), Youngs et al (1997) dan lainnya. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada fungsi atenuasi yang penelitiannya dikhususkan pada kondisi geologi dan seismotektonik untuk wilayah Indonesia sehingga dalam analisis resiko gempa yang dilakukan digunakan fungsi atenuasi yang diperoleh dari wilayah lain yang memiliki kemiripan tektonik dan geologi dengan wilayah Indonesia. 

a. Persamaan atenuasi Joyner & Boore (1997)
Persamaan atenuasi Joyner & Boore pada tahun 1997 diturunkan berdasarkan data gempa di Western North Amerika dan gempa-gempa di California seperti Loma Prieta, Petrolia, dan Landers. Percepatan tanah dasar menurut Joyner & Boore adalah sebagai berikut.


Model Persamaan Regresi Joyner & Boore
Sumber : Methods For Regression Analysis Of Strong Motion Data oleh William B. Joyner dan David M. Boore


Persamaan atenuasi Joyner & Boore diturunkan menggunakan berbagai pendekatan dan penyederhanaan. Oleh karena itu persamaan tersebut perlu dikoreksi menggunakan suatu faktor koreksi yang dihitung berdasarkan model persamaan regresinya.

b. Persamaan atenuasi Youngs (1997)
Pada tahun 1997, Youngs et al. mengusulkan suatu fungsi atenuasi yang dikembangkan berdasarkan data gempa dengan mekanisme subduksi. Sumber data berasal dari Alaska, Chile, Cascadia, Jepang, Mexico, Peru, dan Pulau Solomon. Bentuk dari fungsi atenuasi tersebut adalah sebagai berikut :

Model Persamaan Regresi Youngs
Sumber : Strong Ground Motion Attenuation Relationships for Subduction Zone Earthquakes oleh R.R. Youngs, S.J. Chiou, W.J Silva, dan J.R Humprey


Sama seperti persamaan atenuasi Joyner & Boore, persamaan atenuasi Youngs juga diturunkan menggunakan berbagai pendekatan dan penyederhanaan. Oleh karena itu persamaan tersebut perlu dikoreksi menggunakan suatu faktor koreksi yang dihitung berdasarkan model persamaan regresinya untuk kondisi deep soil.





Sistem Struktural Dinding Khusus (Coupled Shear Walls) dan Balok Perangkai (Coupling Beam)


Perencanaan dinding geser sebagai elemen struktur penahan beban gempa pada gedung bertingkat bisa dilakukan dengan konsep gaya dalam (yaitu dengan hanya meninjau gaya-gaya dalam yang terjadi akibat kombinasi beban gempa) atau dengan konsep desain kapasitas.

(a) Model Coupled Walls System (b) Denah Corewall


(a) Coupled Walls System dengan Coupling Beam
(b) Coupling Beam yang Berperilaku Sebagai Link Beam

Imran, Yuliari, Suhelda, dan Kristianto (2008:4) mengatakan bahwa dinding geser sebagai elemen penahan gaya lateral memiliki keuntungan utama karena menyediakan kontinuitas vertikal pada sistem lateral struktur gedung. Struktur gedung dengan dinding geser sebagai elemen penahan gaya lateral pada umumnya memiliki performance yang cukup baik pada saat gempa. Hal ini terbukti dari sedikitnya kegagalan yang terjadi pada sistem struktur dinding geser di kejadian-kejadian gempa yang lalu. Beberapa kerusakan yang terjadi akibat genpa pada umumnya berupa cracking , yang terjadi pada dasar dinding dan juga pada bagian coupling beam , khususnya untuk sistem dinding berangkai.
Perilaku batas yang terjadi pada dinding geser dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Pantazopolou dan Imran, 1992) :
·         Flexural behavior, dimana respons yang terjadi pada dinding akibat gaya luar dibentuk oleh mekanisme kelelehan pada tulangan yang menahan lentur. Keruntuhan jenis ini pada umumnya bersifat daktil.
·         Flexural-shear behavior, dimana kelelehan yang terjadi pada tulangan yang menahan lentur diikuti dengan kegagalan geser.
·         Shear behavior, dimana dinding runtuh akibat geser tanpa adanya kelelehan pada tulangan yang menahan lentur. Perilaku batas ini bisa dibagi lagi menjadi diagonal tension shear failure (yang dapat bersifat daktil karena keruntuhan terjadi lebih dahulu pada baja tulangan) dan diagonal compression shear failure (yang umumnya bersifat brittle ).
·         Sliding shear behavior, dimana di bawah pembebanan siklik bolak-balik, sliding shear bisa terjadi akibat adanya flexural cracks yang terbuka lebar di dasar dinding. Keruntuhan ini bersifat getas dan menghasilkan perilaku disipasi yang jelek.

Balok perangkai merupakan balok penghubung antara dua buah dinding geser berangkai (coupled walls system) . Balok ini membuat dinding geser berangkai bekerja sebagai sebuah unit dalam menahan gaya gempa.
Balok perangkai membuat struktur menjadi kaku dan dapat mendisipasi energi. Dalam istilah internasional, balok perangkai dikenal dengan nama coupling beam atau spandrel beam. Karena kekakuan balok perangkai yang sangat tinggi, dinding geser berperilaku seperti dua buah kantilever bebas. Balok perangkai menyalurkan gaya geser dari satu dinding ke dinding lainnya sehingga mengakibatkan deformasi struktur yang besar.

 Struktur Dengan Coupled Shear Walls Yang Mengalami Deformasi Akibat Beban Lateral
(Sumber : Wight, James K. dan F.E. Richart (1964) : Design of Shearwall Coupling Beam Using High Performance Fiber Reinforced Concrete, Michigan, 5.)

Pada awalnya balok perangkai didesain mempunyai tulangan yang sama dengan balok konvensional. Namun Robert Park dan Thomas Paulay (Reinforced Concrete Structures, 1975) mengatakan dalam eksperimennya bahwa tulangan diagonal dapat menyalurkan gaya geser lebih baik dari tulangan konvensional.

Perbandingan Antara Tulangan Konvensional dan Diagonal
(Sumber : A. Harries, Kent, M.EERI, Bingnian Gong, dan Bahram M.Shahrooz (2000) : Behaviour and Design Of Reinforced Concrete, Steel, and Steel-Concrete Coupling Beams, Columbia. 4.)

SNI 03-2847-2002 menyarankan pemilihan jenis tulangan balok perangkai sesuai rasio antara bentang bersih (ln) dan tinggi efektif (d) serta gaya geser terfaktornya (Vu). Untuk , digunakan tulangan konvensional yang memenuhi SNI 03-2847-2002 pasal 23.3. Untuk , digunakan kelompok tulangan yang disusun secara diagonal dalam dua arah berlawanan secara simetris.
Dalam SNI dikenal jenis sengkang individual, dimana sengkang dipasang pada tulangan diagonalnya dan sengkang pada tulangan transversal dan longitudinalnya dipasang renggang. Sedangkan pada peraturan ACI, diberikan 2 alternatif yaitu sengkang individual atau sengkang global dimana sengkang dipasang rapat pada tulangan transversal dan longitudinal tanpa memasang sengkang di tulangan diagonal.

Model of Diagonally Reinforced Coupling Beam
Sumber : 
a. Park,R. dan Paulay,T (1975) : Reinforced Concrete Structures , Wiley
Interscience, New York, 652.
b. Wight, James K. dan F.E. Richart (1964) : Design of Shearwall Coupling Beam Using High Performance Fiber Reinforced Concrete, Michigan, 18.

Dari gambar tersebut, dapat ditulis :


Balok Perangkai Dengan Tulangan yang Disusun Secara Diagonal
(Sumber : SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung Halaman 222)

Balok perangkai dengan kelompok tulangan yang disusun secara diagonal dalam dua arah berlawanan secara simetris, harus memenuhi ketentuan berikut.
a. Setiap kelompok tulangan diagonal harus memiliki sekurang – kurangnya empat tulangan yang disusun dalam suatu inti. Sisi inti tersebut berukuran minimum sebesar  dalam arah tegak lurus bidang balok, dan  dalam arah bidang balok perangkai dan tegak lurus arah diagonal tersebut. Sisi – sisi inti tersebut diukur dari tepi – tepi terluar tulangan transversal.
b. Setiap kelompok tulangan harus memiliki tulangan transversal dengan tahanan geser nominal sebagai berikut.
dimana  Avd   = luas total tulangan dalam satu kelompok tulangan diagonal
              α      = sudut yang dibentuk kelompok tulangan diagonal terhadap bidang horizontal
c. Ketentuan geser dalam poin b harus memenuhi ketentuan untuk tulangan transversal dalam SNI 03-2847-2002 pasal 23.4 (4(1)) sampai 23.4(4(3)) dan ketebalan selimut beton minimum dalam SNI 03-2847-2002 pasal 9.7
d. Setiap kelompok tulangan diagonal harus disalurkan sebagai tulangan tarik ke dalam dinding struktural
e. Setiap kelompok tulangan diagonal harus diperhitungkan dalam menentukan kuat lentur nominal balok perangkai
f. Tulangan dalam arah longitudinal dan transversal balok perangkai harus dipasang dengan memenuhi luas tulangan minimum sesuai SNI 03-2847-2002 pasal 13.8(9) dan 13.8(10)















Shear Wall


Bangunan tinggi tahan gempa umumnya menggunakan elemen-elemen struktur kaku berupa dinding geser untuk menahan kombinasi gaya geser, momen, dan gaya aksial yang timbul akibat beban gempa. Dengan adanya dinding geser yang kaku pada bangunan, sebagian besar beban gempa akan terserap oleh dinding geser tersebut.

Dinding geser adalah struktur vertikal yang digunakan pada bangunan tingkat tinggi. Fungsi utama dari dinding geser adalah menahan beban lateral seperti gaya gempa dan angin. Berdasarkan letak dan fungsinya, dinding geser dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu :
1. Bearing walls adalah dinding geser yang juga mendukung sebagian besar beban gravitasi. Tembok-tembok ini juga menggunakan dinding partisi antarapartemen yang berdekatan.
2. Frame walls adalah dinding geser yang menahan beban lateral, dimana beban gravitasi berasal dari frame beton bertulang. Tembok-tembok ini dibangun diantara baris kolom.
3. Core walls adalah dinding geser yang terletak di dalam wilayah inti pusat dalam gedung, yang biasanya diisi tangga atau poros lift. Dinding yang terletak di kawasan inti pusat memiliki fungsi ganda dan dianggap menjadi pilihan ekonomis.

(a) Bearing Walls (b) Frame Walls (c) Core Walls

Dinding geser juga dapat dikategorikan berdasarkan geometrinya, yaitu:
1. Flexural wall (dinding langsing), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw ≥ 2 dan desainnya dikontrol oleh perilaku lentur.
2. Squat wall (dinding pendek), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw ≤ 2 dan desainnya dikontrol oleh perilaku geser.
3. Coupled shear wall (dinding berangkai), dimana momen guling yang terjadi akibat beban gempa ditahan oleh sepasang dinding, yang dihubungkan oleh balok-balok perangkai, sebagai gaya-gaya tarik dan tekan yang bekerja pada masing-masing dasar pasangan dinding tersebut.

a) Flexural shear wall b) Squat shear walls c) Coupled shear walls

Dalam praktiknya, dinding geser selalu dihubungkan dengan sistem rangka pemikul momen pada gedung. Dinding struktural yang umum digunakan pada gedung tinggi adalah dinding geser kantilever dan dinding geser berangkai. Berdasarkan SNI 03-2847-2002, dinding geser beton bertulang kantilever adalah suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya untuk memikul beban geser akibat pengaruh gempa rencana. Kerusakan pada dinding ini hanya boleh terjadi akibat momen lentur (bukan akibat gaya geser), melalui pembentukan sendi plastis di dasar dinding. Nilai momen leleh pada dasar dinding tersebut dapat mengalami pembesaran akibat faktor kuat lebih bahan. Jadi berdasarkan SNi tersebut, dinding geser harus direncanakan dengan metode desain kapasitas. Dinding geser kantilever termasuk dalam kelompok flexural wall , dimana rasio antara tinggi dan panjang dinding geser tidak boleh kurang dari 2 dan dimensi panjangnya tidak boleh kurang dari 1.5 m.

Kerja sama antara sistem rangka pemikul momen dan dinding geser merupakan suatu keadaan khusus dengan dua struktur yang berbeda sifatnya tersebut digabungkan. Dari gabungan keduanya diperoleh suatu struktur yang lebih kuat dan ekonomis. Kerja sama ini dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Sistem rangka gedung, yaitu sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Pada sistem ini, beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing. Sistem rangka gedung dengan dinding geser beton bertulang yang bersifat daktail penuh dapat direncanakan dengan menggunakan nilai faktor modifikasi respon, R, sebesar 6.0 . 
b. Sistem ganda, yang merupakan gabungan dari sistem pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan sistem rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral yang bekerja. Kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral gempa, dengan memperhatikan interaksi keduanya. Nilai R yang direkomendasikan untuk sistem ganda adalah 8.5 .
c. Sistem interaksi dinding geser dengan rangka. Sistem ini merupakan gabungan sistem dinding beton bertulang biasa dengan sistem rangka pemikul momen biasa. Nilai R yang direkomendasikan untuk sistem ini adalah 5.5 .